Domestic Art Object/DAO' & 'Still Life
Exhibition Tanggal
01 April 2007 - 15 April 2007
Kurator
Mikke Susanto, Eko Agus Prawoto, Hermanu, Ronald Apriyan
Pengantar
Pameran seni visual "Domestic Art Object dan Still Life"
1-15 April 2007
Menguak keunikan benda-benda keluarga dan rumah tangga, merupakan poin penting karya-karya yang disuguhkan oleh ke 35 orang seniman dalam pameran bertajuk "Domestic Art Object" di Jogja Gallery, 1-15 April 2007 ini. Pameran ini merupakan pameran seni obyek yang bersifat interaktif, familiar dan tidak berkesan formal sebagaimana pameran seni rupa pada umumnya. Dalam pameran ini karya-karya yang dibuat bisa fungsional maupun tidak. Masih dalam rangkaian pameran 'Domestic Art Object' tersebut, Jogja Gallery juga menyelenggarakan pameran 'Still Life'. Pameran seni lukis dengan tema dan obyek yang dikemukakan masih seputar benda-benda rumah tangga (domestik) dengan pendekatan wacana seni lukis kontemporer. Dapat dinikmati di ruang pamer lantai II Jogja Gallery. Selamat menikmati pameran ini ketika bagaimana seorang seniman mengolah berbagai alat-alat rumah tangga mulai dari lampu duduk, jam dinding hingga closet menjadi suatu hal yang sangat inovatif dan menyegarkan. Jadual buka galeri Selasa-Minggu, pukul 09.00 - 21.00 WIB.
Seniman: Ali Umar - Aji Yudalaga - Alexis - Awan Simatupang - Eka Kusumatuti - Eko Agus Prawoto - Dita Gambiro - F. Sigit Santoso - Grace Tjondronimpuno - Hadi Soesanto - Hardiman Radjab - Hariadi Nugroho - Hedi Hariyanto - I Putu Aan Juniartha - I Wayan Sudjana 'Suklu' - Indrayanti - Khusna Hardiyanto - I Ketut Moniarta - M Pramono Irianto - Koes 'Doyok' D - Kokok P Sancoko - I Made Gede Wiguna Valasara - I Made Dodit Artawan - Mochamad J - Noor Ibrahim - Probo - Putu Agus Sumiantara 'Kacrut' - Prilasania - Sri Maryanto - Vani hR - Wayan Cahya - Winarso - Waluyo Hadi - Yani Mariani Sastranegara - Yulius Heru P
Domestic Art Objec/DAO: Menguak & mencintai benda-benda keluarga
Pengertian mengenai "seni objek", kurang lebih muncul, ditawarkan dan ditengarahi oleh wacana seni rupa kontemporer. Perkembangannya belum begitu lama, sekitar akhir tahun 90-an hingga sekarang. Itupun kemungkinan besar hanya terjadi di pusat perkembangan seni rupa. Wacana ini lahir untuk menandai "dunia benda-benda" yang memiliki kandungan makna, pesan serta nilai artistik tertentu. Jadi tidak hanya berkutat pada masalah fungsi, namun juga mempertimbangkan faktor-faktor estetis.
Sepertinya, kesenian ini memiliki hubungan yang erat dengan seni patung, kriya kontemporer, desain produk dan arsitektur. Saya setuju dengan pendapat kurator Rifky Effendy yang mengatakan bahwa seni objek menyediakan kebebasan yang besar untuk lebih bermain-main dengan berbagai bahan, bentuk, dan juga kepekaan estetik. Dia berada pada tiga wilayah sekaligus: rancangan (desain), kriya (ornamental), dan arsitektural sekaligus. Dengan itu kita bisa menunjuk seni objek sebagai penanda yang netral bagi sekat-sekat disiplin seni rupa.
Pameran ini adalah sebuah contoh bagaimana perupa menghilangkan sekat-sekat disiplin seninya. Ia bahkan juga bertindak menghilangkan batas-batas konvensi seni. Lalu melahirkan 'kesan antara' benda seni dan bukan, menghilangkan perbedaan antara benda fungsi dan bukan, atau mencerai-berai status antara benda elite dan massal.
Dalam pameran ini, perupa secara khusus mengolah benda-benda keluarga atau objek-objek rumah tangga. Mereka boleh mengungkapkan ide-idenya dengan pendekatan yang berbeda. Hasilnya terlihat bahwa pendekatan parodi dan formalisme menjadi pilihan yang sering dipakai. Sehingga yang muncul di sana adalah kesan unik, kontekstual, sekaligus cerdas menyiasati ruang. Dengan begitu, Anda sebagai penonton disuguhi karya-karya yang memiliki spirit belajar dan bermain. Inilah perjalanan proses kreatif 'baru' dari refleksi budaya kontemporer. Dimana simplicity, dekonstruktif, interaktif, dan konseptual menjadi nilai investasinya.
Adapun tujuan dari pameran "Domestic (Art) Object", ini adalah pertama agar publik (keluarga dalam hal ini) lebih "hirau", lebih memberi perhatian terhadap benda-benda sehari-hari dan memberi kesegaran untuk melihat kembali berbagi perangai benda di dalam rumah.
Kedua, memperlihatkan kemampuan seni "menginvasi" rumah dalam wujud domestic object dan sebaliknya bagaimana "emansipasi" sebuah domestic object menjadi karya seni.
Ketiga, mencoba memberi "aksen" terhadap jarak identitas personal antar anggota keluarga (social setting). Dengan munculnya benda-benda seni dalam rumah, biasanya terjadi hubungan persaudaraan yang lebih intensif. Terjadi pertukaran informasi dan gagasan. Bisa jadi, 'aksen' tersebut ditandai dengan munculnya ide-ide yang lebih genial, perdebatan karya, atau dialog yang sangat mungkin mengilhami (salah satu) anggota keluarga untuk menentukan masa depannya.
Intinya, jangan memandang rendah benda-benda dalam rumah, karena ia memiliki 'aura' tertentu bagi si penglihat.
Keempat, adalah menguak sejauh mana hubungan antara seni (yang biasanya direlasikan dengan hal terhormat, agung-luar biasa) dan hal yang dianggap remeh temeh, yang setiap hari dilihat dan dirasakan. Wacana menjadikan "seni sebagai hal yang elite, terhormat, luar biasa dan kadang disakralkan" ini, memang sering terjadi di wilayah tertentu. Seni-seni yang dianggap elite, sakral dan luar biasa sering diapresiasi sebagai seni yang berkualitas tinggi, istimewa dan memiliki kandungan estetik jauh melampaui benda-benda biasa. Maka sejak awal, pameran ini mencoba menengarai persoalan tersebut. Bagaimana bila benda-benda yang dianggap biasa, kemudian juga memiliki kesan dan kualitas estetis yang tinggi.
Dalam pameran ini tidak ada batasan teknik, media, dan konsep ideologi. Perupa bebas menerjemahkan berbagai persoalan yang ada di sekitarnya. Dalam pameran ini Anda akan menikmati sajian dari 'benda-benda dasar' seperti sepeda karya Sigit Santosa, beras yang menjadi lukisan karya Dodit Artawan, sapu karya Dieta Gambiro, lampu teplok karya Eka Kusumastuti, kulit sampul kasetnya Putu Aan Juniarta, saringan teh Indrayanti, pot bunga karya Kokok P. Sancoko, WC karya Waluyohadi, dan sebagainya.
Sedangkan masalah yang banyak 'didendangkan' oleh perupa-perupa dalam pameran ini berkisar pada masalah sehari-hari. Paling jauh adalah masalah bencana yang melanda masyakarat dewasa ini. Lihat saja karya Time is Art Yani Mariani yang mengekplorasi persoalan waktu, karya Noor Ibrahim tentang kegemaran makan masyarakat kita. Lebih unik lagi adalah karya-karya Hardiman Rajab, yang pernah dinobatkan sebagai "Perupa Tahun 2006" oleh Majalah TEMPO, yang mengusung masalah lumpur Lapindo dengan judul Made in Indonesia (2007). Karya ini dibuat dari koper antik.
Agaknya benda-benda rumah tangga juga memberi kejutan yang menarik ketika berhubungan dengan lukisan. Fungsi lukisan-lukisan dalam pameran ini ingin meneguhkan bahwa telah terjadi 'silang-fungsi' antar benda-benda rumah. Ada yang menyebut bahwa lukisan adalah benda biasa, telah masuk dalam "struktur keluarga", sehingga ia terkadang dilupakan sebagai benda elite. Oleh sebab itu, alangkah menarik jika lukisan tersebut juga menggambarkan benda-benda di sekitar lukisan itu sendiri.
Singkat kata, pameran ini mencoba membuka dan membuat singkronisasi antara ruang, benda, dan penghuni rumah. Inilah satu dari sekian contoh fungsi seni dalam keluarga. Dan inilah bentuk 'invasi' seni, agar membuat kita semakin cinta pada benda-benda milik kita sendiri. +++
Mikke Susanto & Ronald Apriyan
Kurator
diambil dari : klik sini
image photo : WC | karya Waluyohadi,surabaya,
Foto (atas) : RATNA suarasurabaya.net
<< Home